TEKS SURAT AN-NAAS
قُلْ
أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ
الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ
الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)
1. Katakanlah, "Aku berlidung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia. 2.
Raja manusia. 3. Sembahan
manusia. 4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa
bersembunyi, 5. Yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.
6. Dari (golongan) jin dan
manusia."
KEDUDUKAN DAN KEUATAMAAN SURAT
AN-NAAS
Menurut pendapat para ulama di
bidang tafsir, diantaranya Ibnu Katsir, Asy Syafi’i dan Asy Syaikh Abdurrahman
As Sa’dy bahwa surat An-Naas termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum
hijrah).
- Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq.
- Kedua surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya. Rasulullah SAW bersabda:
أُنْزِلَ أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ
مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ
“Telah
diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al
Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al Falaq).” (Muslim no. 814, Tirmidzi
no. 2827, Nasa’i no. 944)
- Setelah turunnya dua surat ini, Rasulullah SAW mencukupkan keduanya sebagai bacaan (wirid) untuk membentengi diri dari pandangan jelek jin maupun manusia. (Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id ra)
- Namun bila disebut Al Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat Al Ikhlash. Al Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari Rasulullah SAW, bahwa beliau SAW bersabda:
اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ
“Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis shalat.” (Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
“Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis shalat.” (Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
- Al Mu’awwidzat juga dijadikan wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu”. (Abu Daud no. 4419, Naasaa’i no. 5333, dan Tirmidzi no. 3399)
- Demikian pula disunnahkan membaca Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga surat ini lalu meniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (Bukhari 4630
- Al Muawwidzat juga bisa dijadikan bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan ala islami dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an). Dipenghujung kehidupan Rasulullah saw, beliau dalam keadaan sakit. Beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat, ketika sakitnya semakin parah, maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al Muawwidzat tersebut. (Al Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)
HUBUNGAN SURAT
1
Hubungan surat An-Naas dengan surat sebelumnya
a. Kedua-duanya sama-sama mengajarkan kepada manusia, hanya kepada Allah-lah
menyerahkan diri dari segala kejahatan
b. Surat Al-Falaq memerintahkan untuk memohon perlindungan dari segala bentuk
kejahatan, sedang surat An-Naas memerintahkan untuk memohon perlindungan dari
jin dan manusia.
Tafsir Ayat
Kosa Kata
|
||
Arti
|
Mufradat
|
|
1
|
Yang membisikan kata-kata jahat di dada
manusia
|
الْوَسْوَاسِ
|
2
|
Bentuk hiperbola dari kata Al-Khunus
yang berarti kembali atau terlambat. Karena kalau ia diusir ia mundur dan
kembali
|
الْخَنَّاسِ
|
3
|
makhluk tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya
selain penciptanya
|
مِنَ الْجِنَّةِ
|
TAFSIR AYAT 1-3 (Memohon perlindungan kepada Allah)
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
“Katakanlah
(Wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada Rabb manusia.”
مَلِكِ النَّاسِ
“Raja
manusia.”
إِلَهِ النَّاسِ
“Sembahan
manusia.”
a. Tiga ayat diatas merupakan sebuah tarbiyah ilahiyah, Allah memerintahkan
kepada Nabi-Nya untuk memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Karena Dia adalah:
-
Rabb (yaitu sebagai pencipta, pengatur, dan pemberi rizki),
-
Al Malik (pemilik dari segala sesuatu yang ada di alam ini),
-
Al Ilah (satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi).
b. Dengan ketiga sifat Allah SWT ini,
Nabi Muhammad diperintah untuk memohon perlindungan hanya kepada-Nya,
dari kejelekan was-was yang dihembuskan syaithan dan dari kejahatan karena
kedengkian jin dan manuisa.
c. Sebuah pendidikan Rabbani,
bahwa semua yang makhluk Allah SWT adalah hamba yang lemah, butuh akan
pertolongan-Nya SWT. Termasuk Nabi Muhammad SAW beliau adalah manusia biasa
yang butuh akan pertolongan-Nya. Sehingga beliau adalah hamba yang tidak boleh
disembah, bukan tempat untuk meminta pertolongan dan perlindungan, dan bukan
tempat bergantung.
TAFSIR AYAT
4 (Jenis permohonan perlindungan)
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ
الْخَنَّاسِ
“Dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi.”
“Dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi.”
Makna Al
was-was adalah bisikan yang betul-betul tersembunyi dan samar, à Sementara
makna al khannas adalah mundur.
Bagaimana
maksud dari ayat ini?
Maksudnya,
bahwasanya syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang menyesatkan
manusia disaat manusia lalai dari berdzikir kepada Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya (artinya):
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun
ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka syaithan
bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia. Sebagaimana
dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya syaitan itu tidak mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya.” (An Nahl: 99)
“Sesungguhnya syaitan itu tidak mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya.” (An Nahl: 99)
Al Imam Ibnu
Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membawakan penafsiran dari Sa’id bin
Jubair dan Ibnu ‘Abbas, yaitu: “Syaithan bercokol di dalam hati manusia,
apabila dia lalai atau lupa maka syaithan menghembuskan was-was padanya, dan
ketika dia mengingat Allah subhanahu wata’ala maka syaithan lari darinya.
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ
النَّاسِ
“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”
“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”
Inilah misi
syaithan yang selalu berupaya menghembuskan was-was kepada manusia;
-
Menghiasi kebatilan sedemikian indah dan menarik.
-
Mengemas kebenaran dengan kemasan yang buruk.
Sehingga
seakan-akan yang batil itu tampak benar dan yang benar itu tampak batil.
Cobalah perhatikan, bagaimana rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam dan istrinya. Allah SWT kisahkan dalam firman-Nya :
Cobalah perhatikan, bagaimana rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam dan istrinya. Allah SWT kisahkan dalam firman-Nya :
“Maka
syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada
keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya, dan syaitan berkata:
“Rabb-mu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu
berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam
al jannah/surga)”. (Al A’raf: 20)
Demikian pula, kisah ketika Rasulullah saw sedang beri’tikaf. Shafiyyah
bintu Huyay (salah seorang istri beliau saw) mengunjunginya di malam hari.
Setelah berbincang beberapa saat, maka Rasulullah saw mengantarkannya pulang ke
kediamannya. Namun perjalanan keduanya dilihat oleh dua orang Al Anshar.
Kemudian syaithan menghembuskan ke dalam hati keduanya perasaan was-was
(curiga). Rasulullah saw melihat gelagat yang kurang baik dari keduanya. Oleh
karena itu Rasulullah saw segera mengejarnya, seraya bersabda:
عَلَى رِسْلِكُمَا, إِنَّهَا
صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيّ فَقَالاَ: سُبْحَانَ الله يَارَسُولَ الله. فَقَالَ:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّم, وَإِنِّي خَشِيْتُ
أَنْ يُقْذَفَ فِي قُلُوبِكُمَاشَيْئاً, أَوْشَرًّا.
“Tenanglah kalian berdua, dia adalah Shafiyyah bintu Huyay. Mereka berdua
berkata: “Maha Suci Allah wahai Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya syaithan mengalir di tubuh bani Adam sesuai dengan aliran darah,
dan aku khawatir dihembuskan kepada kalian sesuatu atau keburukan.” (H.R
Muslim no. 2175)
Demikianlah watak syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan jahat ke
dalam hati manusia. Apalagi Allah subhanahu wata’ala dengan segala hikmah-Nya
telah menciptakan ‘pendamping’ (dari kalangan jin) bagi setiap manusia, bahkan
Rasulullah saw juga ada pendampingnya. Sebagimana sabdanya shalallahu ‘alaihi
wasallam:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاّ َقَدْ وُكِّلَ بِهِ
قَرِيْنُهُ مِنَ الجِنِّ، قَالُوا: وَإِيَّاكَ يَارَسُولَ الله ؟ قَالَ:
وَإِيَّايَ، إِلاَّ أَنَّ الله أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ، فَلاَ يَأْمُرُنِي
إِلاَّبِخَيْرٍ.
“Tidaklah salah seorang dari kalian kecuali diberikan seorang pendamping
dari kalangan jin, maka para shahabat berkata: Apakah termasuk engkau wahai
Rasulullah? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Ya, hanya saja
Allah telah menolongku darinya, karena ia telah masuk Islam, maka dia tidaklah
memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan”. (Muslim no. 2814)
مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ
“Dari (golongan) jin dan manusia.”
Dari ayat ini tampak jelas bahwa yang melakukan bisikan ke dalam dada
manusia tidak hanya dari golongan jin, bahkan manusia pun bisa berperan sebagai
syaithan. Hal ini juga dipertegas dalam ayat lain:
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia)” (Al An’am: 112)
Maka salah satu jalan keluar dari bisikan dan godaan syaithan baik dari
kalangan jin dan manusia adalah sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah
perlindungan kepada Allah.” (Fushshilat: 36)
PENUTUP
- Melalui surat ini jelas bagi kita bahwa memohon pertolongan dan perlindungan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata.
- Mengakui bahwa sesungguhnya seluruh makhluk berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya subhanahu wata’ala.
- Bahwa semua kejadian ini terjadi atas kehendak-Nya SWT.
- Dan tiada yang bisa memberikan pertolongan dan menolak mudharat kecuali atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala pula.
Semoga
Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa meminta
pertolongan, perlindungan dan mengikhlaskan seluruh peribadahan hanya
kepada-Nya.
badahan
hanya kepada-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar